Nama : Iin Irmayanti
Kelas : Anggrek Unggu
VAPER
MATA KULIAH :
ASKEB II
TOPIK : Mengidentifikasi Masalah Perdarahan Postpartum
dan kandung kemih
SUB TOPIK :
3.1. Masalah Perdarahan Post Partum
3.1.1.
Definisi
3.1.2.
etiologi dan Patogenesis
3.1.3.
Manifestasi Klinis
3.1.4.
Patofisiologi
3.1.5.
Pemeriksaan Fisiik
3.1.6.
Pemeriksaan Khusus
3.1.7.
Pemeriksaan Penunjang
3.1.8.
Diagnosa Banding
3.1.9.
Penatalaksanaan
3.2.
Kandung Kemih
PENDAHULUAN
Retensio
Plasenta ( Placenta Retention ) merupakan plasenta yang belum lahir dalam
setengan jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta ( rest placenta )
merupakan tertinggalnya plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan
perdarahan postpartum dini ( early postpartum hemorrhage ) atau perdarahan
postpartum lambat ( late postpartum
hemorrhage ) yang biasanya terjadi dalam 6 – 10 hari pasca persalinan.
Sebab
– sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena :
- Plasenta belum lepas dari dinding uterus atau
- Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
- Kantung kemih harus di evaluasi dan di kosongkan jikapenuh.hipotonisitas kantung kemih dapat menyebabkan wanita tidak merasa keinginan untuk mengosongkan.
URAIAN MATERI
3.1. MASALAH PERDARAHAN POSPARTUM
3.1.1. Definisi
Perdarahan postpartum adalah perdarahan
lebih dari 500 – 600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan
karena retensio plasenta. Perdarahan postpartum adalah perdarahan dalam kala IV
lebih dari 500 – 600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir ( Prof.
Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998 ).
Haemoragic Post Partum ( HPP ) adalah
hilangnya darah leih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (
Williams, 1998 ).
Perdarahan merupakan penyebab
kematian nomor satu ( 40 – 60% ) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens
perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta diaporkan berkisar 16 –
17%. Di RSU H. Damanhuri Barabai, selama 3 tahun ( 1997 – 1999 ) didapatkan 146
kasus rujukan perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta. Dari
sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus ( 0,68% ) berakhir dengan kematian
ibu.
Yang dinamakan perdarahan postpartum
adalah perdarahan yang melebihi 500 cc dalam 24 jam setelah anak lahir.
Perdarahan sesudah 24 jam setelah
anak lahir disebu perdarahan postpartum yang lambat, biasanya disebabkan oleh
jaringan plasenta yang tertinggal.
Perdarahan postpartum adalah sebab
penting kematian ibu ; ¼ dari kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan (
perdarahan postpartum, plasenta previa, solution plaentae, kehamilan ektopik,
abortus dan ruptura uteri ) disebabkan oleh perdarahn postpartum
Selain dari itu dimana perdarahan
postpartum tidak menyebabkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi
morbiditas nifas karena anaemia mengurangkan daya tahan. Maka tugas kita
mencegah perdarahan yang banyak, amat penting.
Perdarahan postpartum lebih sering
terjadi pada iu – ibu di Indonesia dibandingkan dengan kejadian di luar negeri.
Perdarahan postpartum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
1. Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir.
2. Late postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah
bayi lahir.
Tiga hal yang harus diperhatikan
dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan postpartum adalah
sebagai berikut :
1.
Menghentikan perdarahan.
2.
Mencegah timbulnya syok.
3.
Mengganti darah yang hilang.
Frekuensi perdarahan postpartum 4/5
– 15% dari seluruh persalinan. Bedasarkan penyebabnya :
1.
Atoni uteri ( 50 – 60% ).
2.
Retensio plasenta ( 16 – 17% ).
3.
Sisa plasenta ( 23 – 24% ).
4.
Laserasi jalan lahir ( 4 – 5% ).
5.
Kelainan darah ( 0,5 – 0,8% ).
Etiologi dan Patogenesis
Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase,
yaitu :
1.
Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus
yang bebas tempat palsenta, namun dinding uterus temap plasenta melekat masih
tipis.
2.
Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus
tempat plasenta melekat ( dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm ).
3.
Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta
menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematon
yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta
disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang
aktif pada tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4.
Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur.
Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah
kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan
selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala III
pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan
menggunakan ultrasonografi pada kala III, 89% plasenta lepas dalam waktu satu
menit dari tempat implantasinya.
Tanda – tanda lepasnya plasenta :
1.
Keluanya darah secara tiba – tiba.
2.
Tali pusat memanjang.
3.
Uterus membulat dan memanjang.
Faktor – faktor yang mempengaruhi plasenta :
1.
Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus
atau serviks ; kelemahan dan tidak efektifnya
kontraksi uterus ; serta pembentukan constriction ring.
2.
Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah
atau plasenta previa ; implantasi di cornu ; dan adanya plasenta akreta.
3.
Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti
manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari
plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik ; pemberian uterotonik yang
tidak tepat wakunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan
plaenta ; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
Manifestasi Klinis
Gejala klinis umum yang terjadi
ialah kehhilangan darah dalam jumlah banyak
> 500 ml ), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing,
gelisah, letih dan dapat terjadi syol hipovolemik, tekanan darah rendah,
ekstremitas dingin, mual.
Gejala klinis berdasarkan penyebab :
1. Atonia Uteri
Gejala yang selalu ada : uterus
tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (
perdarahan post partum primer ).
Perdarahan postpartum dapat terjadi
karena terleppasnya sebagian plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum ;
karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atonia uteri
merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena
proses persalinan yang lama ; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu
hamil seperti pada hamil kembar atau
janin besar ; persalinan yang serin ( multiparitas ) atau anestesi yang dalam.
Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dan
mendorng rahim ke bawah sementara plasenta belum epas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu
pendek dapat segera diketahui. Tapi bila ada perdarahan sedikit dalam waktu
lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak
pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan atonia uteri, rahim membesar dan
lembek.
Tearapi terbaik adalah pencegahan.
Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun dapat
membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah
mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit.
Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim
jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah
janin lahir dilakukan supaya penghentian perdarahan sepecap mungkin dan
mengatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri
dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila
tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat dilakukan kompresi
baimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu
dimasukkan tampon kasa ke dalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada
perdarahan postpartum ada kemungkinan dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang
mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.
Adapun faktor predisposisi
terjadinya atonia uteri : umur, paritas, partus lama dan partus terlantar,
obstetric operatif dan narkosa, uterus terlalu renggang dan besar misalnya pada
gemelli, hidramnion atau janin besar, kelainan pada uterus seperti mioma uteri,
uterus couvelair pada solusio plasenta, factor sosio ekonomi yaitu malnutrisi.
2. Retensio Plasenta
Gejala yang selalu ada : plasenta
belu lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik.
Gejala yang kadang – kadang timbul
: tali pusat putus akibat raksi
berlebihan, inverse uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.
Retensio plasenta adalah keadaan
dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.
Penyebab retensio plasenta :
1.
Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat
dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat
perlekatannya :
a.
Plasenta adhesive : plasenta yang melekat pada desidua
endometrium lebih dalam.
b.
Plasenta inkerta : vili khorialis tumbuh lebih dalam
dan menembus desidua endometrium sampai ke miometrium.
c.
Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus
miometrium sampai ke serosa.
d.
Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembuus
serosa atau peritoneum dinding rahim.
2.
Plasenta sudah lepas dari dinding rahim namun belum
keluar karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah
rahim ( akibat kesalahan penanganan kala III ) yang akan menghalangi plasenta
keluar ( plasenta inkarserata ).
3. Inversio Uteri
Inversiio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian
atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse
jika bagian dalam menjadi diluar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya
segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus
yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.
Pembagian inversion uteri :
a.
Inversio uteri ringan : fundus uteri terbalik menonjol
ke dalam kavumuteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
b.
Inversio uteri sedang : terbalik dan sudah masuk ke
dalam vagina.
c.
Inversio uteri berat : uterus dan vagina semuanya
terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.
Penyebab inversion uteri ;
a.
Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat
kandungan, tekanan intra abdominal yang tinggi ( mengejan dan batuk ).
b.
Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali
pusat, manual plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.
Faktor – faktor yang memudahkan terjadinya inversion
uteri :
a.
Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
b.
Tarikan tali pusat yang berlebihan.
Frekuensi inversion uteri ; angka kejadian 1 : 20.000
persalinan.
Gejala klinis inversion uteri :
a.
Dijumpai pada kala III atau postpartum dengan gejala
nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta
masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi stranguasi
dan nekrosis.
b.
Pemeriksaan dalam :
1.
Bila masih inkomplit aka pada daerah simfisis uterus
teraba fundus uteri cekung ke dalam.
2.
Bila komplit, diatas simfisis uterus teraba kosong dan
dalam vagina teraba tumor lunak.
3.
Kavum uteri sudah tidak ada.
4. Perdarahan karena robekan serviks
Setelah persalinan buatan atau kalau
ada perdarahan walaupun kontraksi uterus baik dan darah yang keluar berwarna
merah muda harus dilakukan pemeriksaan dengan speculum. Jika terdapat robekan
yang berdarah atau robekan yang lebih besar dari 1 cm, maka robekan tersebut
hendaknya dijahit.
Untuk memudahkan penjahitan, baiknya
fundus uteri ditekan ke bawah hingga cerviks dekat dengan vulva.
Kemudian kedua bibir serviks dijepit
dengan klem dan ditarik ke bawah. Dalam melakukan jahtan jahtan robekan serviks
ini yang penting bukan jahitan lukanya tapi pengikatan dari cabang – cabang
arteria uterine.
5. Perdarahan
postpartum karena sisa plasenta
Jika pada pemeriksaan plasenta
ternyata jaringan plasenta tidak lengkap, maka harus dilakukan ekksplorasi dari
kavum uteri.
Potongan potongan plasenta yang ketinggalan tanpa
diketahui, biasanya menimbulkan perdarahan postpartum lambat.
Kalau perdarahan banyak sebaiknya
sisa – sisa plasenta ini segera dikeluarkan walaupun ada demam.
6. Robekan Jalan Lahir
Gejala yang selalu ada : perdarahan
segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uterus baik,
plasenta baik.Gejala yang kadang – kadang timbul : pucat, lemah, menggigil.
Robekan jalan lahir merupakan
penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum. Robekan dapat terjadi
bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus yang
berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina.
a. Robekan serviks
Persalinan selalu mengakibatkan
robekan serviks sehingga serviks seorang multipara berbeda dari yang belum
pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulakn perdarahan
dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak
mau berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah
berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya
robekan serviks uteri.
b. Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak
berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan
setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi
dengan cunam. Terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat
pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.
c. Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hamper
semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya.
Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila
kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus lebih kecil daripada biasa,
kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran panggul yang lebih
besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika.
Perdarahan pada traktus genetalia
sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang
menyertai kontraksi uterus yang kuat.
Perbedaan perdarahan pasca
persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah :
1)
Kontraksi uterus lembek, lemah dan membesar (fundus
uteri masih tinggi).
a.
Kontraksi uterus lembek, lemah dan membesar ( fundus
uteri masih tinggi ).
b.
Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
c.
Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian
uterotonika, kontraksi yang lemah tersebut menjadi kuat.
2)
Atonia uteri ( robekan jaringan lunak )
a.
Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
b.
Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir.
Perdarahan ini terus menerus, penangnanannya : ambil speculum dan cari robekan.
c.
Setelah dilakukan masase atau pemberian uterootonika
langsung uterus mengeras tapi perdarahan tidak berkurang.
Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang
ada di uterus terus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri
dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh
darah – pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga
perdarahan terjadi tterus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiotomi yang
lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena
terbukanya pembuluh darah. Penyakit pada darah ibu misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena
tidak adanya atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga
merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan
bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
Pemeriksaan Fisik
a.
Pemerikasan tanda – tanda vital
1.
Pemeriksaan suhu badan
Suhu biasanya meningkat sampai
380C dianggap normal. Setelah satu hari suhu akan kembali normal (
36 – 370C ), terjadi penurunan akibat hipovolemia.
2.
Nadi
Denyut nadi akan meningkat cepat
karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat.
3.
Tekanan darah
Tekanan darah biasanya stabil,
memperingan hipovolemia.
4.
Pernafasan
Bila suhu dan nadi tidak normal pernafasan juga
menjadi tidak normal.
Pemeriksaan Khusus
|
1.
Nyeri / ketidaknyamanan
Nyeri tekan uterus ( fragmen – fragmen plasenta tertahan ).
2.
Sistem vaskuler
a.
Perdarahan diobservasi setiap 2 jam selama 8 jam 1,
kemudian tiap jam berikutnya.
b.
Tensi diawasi setiap 8 jam.
c.
Apakah ada tanda – tanda trombosis, kaki sakit, bengkak
dan merah.
d.
Haemorroid diobservasi, konjungtiva anemis / sub
anemis, defek koagulasi congenital, idiopatik trombositopeni purpura.
3.
Sistem reproduksi
a.
Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari
postpartum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan
posisinya serta konsistensinya.
b.
Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap
warna, banyak dan bau.
c.
Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda –
tanda infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitan yang lepas.
d.
Vulva dilihat, apakah ada edema atau tidak.
e.
Payudara dilihat kondisi aerola, konsistensi dan
kolostrum.
f.
Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada
ukuran dan fungsi sebelum kehamilan ( sub involusi ).
4.
Traktus urinarus
Diobservasi tiap 2 jam hari
pertama.Meliputi miksi lancer atau tidak, spontan dan lain – lain.
5.
Traktur gastro intestinal.
Observasi terhadap nafsu makan
dan obstipasi.
6.
Integritas ego : mungkin cemas, ketakutan dan khawatir.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Hitung darah lengkap
Untuk menetukan tinghkat hemoglobin ( Hb ) dan
hematokrit ( Hct ), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada
keadaan yang disertai dengan infeksi
2.
Menentukan adanya gangguan kongulasi
Dengan hitung protombrin time ( PT ) dan activated Partial Tromboplastin Time (
aPTT ) atau yang sederhanadengan Clotting Time ( CT ) atau Bleeding Time ( BT
). Ini penting untuk menyingkirkan garis spons desidua.
Diagnosa Banding
Meliputi plasenta akreta, suatu
plasenta abnormal yang melekat pada miometrium tanpa garis pembelahan
fisiologis melalui garis spons desidua.
Penatalaksanaan
Penanganan Retensio Plasenta
1.
Resusitasi, pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV –
line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (
sodium klorida isotonic atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila
memungkinkan ). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Tranfusi darah apabila diperlukan yang
dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2.
Drips Oksitosin ( oxytocin drips ) 20 IU dalam 500 ml
larutan Ringer laktat atau NaCl 0,9% ( normal saline ) sampai uterus
berkontraksi.
3.
Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika
berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4.
Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual
plasenta. Indikasi manual plasenta adalah perdarahan pada kala tiga persalinan
kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah
persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi
dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
5.
Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan,
jaringan dapat dikeluarkan dengan tang ( cunam ) abortus dilanjutkan kuret sisa
plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati – hati karena dinding rahim
relative tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6.
Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta,
dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7.
Pemberian antibiotika apabila ada tanda – tanda infeksi
dan untuk pencegahan infeksi sekunder.
3.2.
Kandung Kemih
Pengosongan
kandung kemih
Setelah
proses persalinan, kandung kemih harus tetap kosong untuk mencegah uterus
berubah posisi dan atoni uteri (Varney,
2007). Kandung kemih yang kosong membantu uterus tetap berkontraksi dengan baik
sehingga proses involusi uterus menjadi cepat.
Yakinkan
bahwa kandung kencing kosong. Hal ini untuk membantu involusio uteri
•
Kantung
kemih harus di evaluasi dan di kosongkan jikapenuh.hipotonisitas
kantung kemih dapat menyebabkan wanita tidak merasa keinginan untuk
mengosongkan.
•
Katerisasi
membawa resiko infeksi yang signifikan wanita
sebaiknya dibimbing ke kamar mandi dan didukung sesuai kebutuhan; tindakan ini merupakan metode yang
paling nyamandan efektif untuk meningkatkan berkemih. Anestesi epidural atau
spinal yangtidak selesai, efek menjalar analgesi pada akhir persalinan, atau
kehilangan darah berlebih dapat mencegah berkemih. Pada kasus seperti ini,
menawarkan bed pan
•
Memberi ibu waktu yang
cukup untuk melakukan relaksasi dan berkemih sangat penting. Banyak bidan
menggambarkan keuntunganmenggunakan air untuk meningkatkan berkemih, sebagai
contoh, denganmengalirkan air di bak cuci atau bak mandi, menyiram air hangat
pada area perineum, atau bahkan menempatkan ibu baru di bawah pancuran (shower)
air hangat. Tindakan relaksasi yang membantu dalam persalinan juga dapatmembantu ibu pada saat seperti in
•
Kesulitan miksi mungkin terjadi pada 24 jam
setelah melahirkan,karena reflek penekanan aktivitas detrusor yang di sebabkan
oleh tekanan pada kandung kemih selama melahirkan
•
Kehamilan menyebabkan dilatasi dan peregangan
pelvis renalis dan ureter,tetapi akan kembali normal pada minggu keempat
•
Jika terjadi incontinencia urin,sehingga ibu
tidak berkemih dalam 6 jam pertama,maka diperlukan kateterisasi
•
Relaksasi otot kandung kemih baru menghilang
setelah 6 minggu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar